Madrasah Perlu Memperkuat Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual

First slide

20 Maret 2023

Laporan: Ahmad Hadid

Madrasah perlu memperkuat upaya untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya kekerasan seksual. Hal itu sangat diperlukan agar para siswa tidak menjadi korban ataupun pelaku kekerasan seksual.

Demikian dikatakan Wakil Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Ulum, Ambari, selepas kegiatan Seminar Kesehatan Reproduksi dan Pencegahan Kekerasan Seksual di MTs setempat, Desa, Arjawinangun, Kab. Cirebon Jawa Barat, Jumat, 17 Maret 2023.

Ambari menyampaikan, pihaknya khawatir dengan kondisi para siswa terkait dengan isu kekerasan seksual. Sebelumnya saat melakukan razia ponsel, dia mendapati salah satu muridnya menyimpan video-video porno.

“Ini menjadi problem serius, mengandung potensi buruk. Sangat disayangkan jika di usia produktif, mereka dicemari oleh hal-hal yang tidak jelas tersebut,” katanya.

Menurutnya, para murid di madrasah sebenarnya sudah diberikan materi tentang pencegahan kekerasan seksual. Dalam kurikulum dan pengajaran di kelas, materi tersebut disampaikan di jenjang kelas VIII. Ambari juga berinisiatif meyampaikan sedikit materi tersebut kepada murid kelas IX di sela-sela pelajaran olahraga yang diampunya.

Namun menurutnya, materi-materi dari sekolah itu perlu diperkuat dengan pemahaman dari lembaga-lembaga anti kekerasan seksual dari luar sekolah. Agar siswa-siswinya mengetahui realitasnya secara langsung betapa berbahayanya kekerasan seksual.

“Ini adalah wujud sinergitas MTs Miftahul Ulum dengan lembaga anti kekerasan seksual untuk memperkuat pemahaman siswa-siswi tentang kekerasan seksual,” lanjutnya.

Narasumber dalam kegiatan bertema “Mengenal dan Memahami Tubuh untuk Cegah Kekerasan Seksual” itu, Pendiri Umah Ramah Asih Widiyowati mengatakan, banyak orang masih keliru menganggap kekerasan seksual hanya sebagai pemerkosaan.

“Bukan hanya pemerkosaan, begal payudara, atau megang-megang pantat. Tapi termasuk kekerasan seksual adalah semua kegiatan atau aktifitas berkaitan dengan seksualitas yang membuat orang lain tidak nyaman,” katanya, dalam kegiatan yang diikuti seratusan siswa perempuan dan laki-laki kelas VII hingga IX itu.

Termasuk kekerasan seksual adalah merekam atau menyebarluaskan, baik video maupun suara, seksualitas seseorang.

Dalam kasus lain, kekerasan seksual juga berbentuk pelucahan (catcalling). Seperti ucapan seksis terhadap lawan jenis, siul-siul dengan tujuan menyinggung seksualitas orang lain, atau lirikan mata yang memandang bagian tubuh dengan tujuan mengintimidasi seseorang.

“Kekerasan seksual juga sering terjadi kepada anak-anak. Biasanya berbentuk grooming, dengan iming-iming memberi hadiah kepada anak-anak. Di sekolah, pelakunya bisa saja seorang guru atau pedagang yang berada di lingkungan sekitar sekolah,” lanjutnya.

Relasi antar pelajar juga mengandung potensi kekerasan seksual. Saat anak-anak menjalin relasi pacaran, risiko terjadinya kekerasan seksual menjadi semakin besar. Mereka bisa dipaksa oleh pasangannya untuk melakukan aktivitas-aktivitas seksual. Pemaksaan itu sangat besar kemungkinan menjadi kekerasan seksual.

“Kekerasan seksual terhadap anak bisa juga berbentuk eksploitasi seksual anak. Pelaku menjual anak-anak untuk kegiatan prostitusi,” katanya.

Dalam kegiatan tersebut, Asih juga menyampaikan jangan takut atau malu untuk menyuarakan dan melapor tindakan-tindakan kekerasan seksual.[]

Share to :