Oleh: Ahmad Hadid
Tujuh ratusan santri memadati aula lantai tiga gedung Kampus Nahdlatul Umam Pondok Pesantren Kempek, Kab. Cirebon, Sabtu 21 Oktober 2023. Mereka mengikuti Seminar Santri Nasional yang digelar oleh Dewan Mahasiswa Santri Kempek bekerjasama dengan Umah Ramah, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polresta Cirebon dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPIAD) Kab. Cirebon.
Seminar itu bertajuk “Jihad Santri Melawan Kekerasan Seksual dan Bullying”. Ketua Pelaksana, Wahyu Ilahi, mengatakan kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional yang diadakan pesantrennya. Temanya sengaja diambil atas elaborasi tema Hari Santri Nasional yakni “Jihad Santri” dan keresahan yang terjadi di pesantren yakni terkait kekerasan seksual dan bullying.
“Pesantren perlu menangani kasus Kekerasan seksual dan bullying yang kerap terjadi di kalangan santri,” katanya.
Hadir sebagai narasumber Abdul Rosyidi dari Umah Ramah, IPTU Sujiani Dwi Hartati, S.H dari kepolisian, dan Hj. Fifi Sofiyah dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kab. Cirebon.
Dalam penyampaiannya, Peneliti Umah Ramah, Abdul Rosyidi memberikan apresiasi kepada panita penyelenggara karena menghadirkan ratusan peserta dari laki-laki. Sebab biasanya dalam seminar-seminar bertajuk kekerasan seksual peserta yang hadir adalah perempuan. Padahal menurutnya, yang berpotensi besar menjadi pelaku adalah laki-laki walaupun tidak menutup kemungkinan masing-masing dari kita juga bisa menjadi pelaku.
Selain itu seringkali yang luput dari pembicaraan tentang kasus kekerasan seksual adalah hanya terpaku pada kasus-kasus yang besar seperti pencabulan, pemerkosaan, dan persetubuhan padahal hal itu adalah puncak dari tragedi yang dipupuk dari hal-hal yang kecil seperti catcalling dan candaan-candaan seksis.
“Dalam penelitian kami terkait kekerasan seksual di pesantren yang sering kali terjadi adalah pelecehan seksual. Santri-santri biasanya bercandaan melorotin sarung temannya. Hal demikian adalah kekerasan seksual yang sering tidak disadari dan hanya dianggap sebagai candaan semata,” jelasnya.
Kanit PPA Reskrim Polresta Cirebon, Sujiani Dwi Hartati menegaskan bahwa jumlah kasus kekerasan seksual di Kab. Cirebon per hari ini tercatat ada empat puluh kasus. Selain itu terdapat seratus lebih kasus KDRT, Traficking, Eksploitasi anak dan kekerasan fisik yang terlapor.
“Untuk mengantisipasi tindak kekerasan seksual dan bullying, santri-santri perlu ditanamkan sikap empati agar dapat merasakan kesakitan dan ketidaknyamanan yang dirasakan orang lain saat prilaku bully dan kekerasan seksual menimpanya,” katanya.
Kasus-kasus bullying dan kekerasan seksual terkadang tidak terlaporkan ke pihak kepolisian. Hal itu terjadi karena rasa ketakutan yang mendalam dari korban sehingga dia tidak mampu untuk melapor. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kab. Cirebon, Fifi Sofiah mengatakan ia merasa miris dengan pergaulan anak saat ini. Perundungan dan kekerasan seksual seolah dibiarkan padahal hal itu merugikan diri sendiri, orang tua, dan tempatnya belajar menimbah ilmu.
“Kami sering menangani kasus-kasus bullying dan kekerasan seksual yang tidak bisa dilaporkan ke pihak kepolisian karena beberapa alasan,” katanya. []