Reporter: Ahmad Hadid
Umah Ramah turut menjadi narasumber dalam Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak pada 12 November 2024, di Aula Dinas Pendidikan Kab. Cirebon, Jl. Sunan Drajat No.10, Sumber, Kabupaten Cirebon.
Kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kab. Cirebon, itu diperuntukkan bagi Tenaga Pendidik di Satuan Pendidikan Kab. Cirebon
Dalam forum sosialisasi yang diikuti seratus guru BK (Bimbingam Konseling) itu, Direktur Umah Ramah, Asih Widiyowati menjelaskan, kekerasan terhadap anak seperti bullying atau perundungan tidak terjadi dalam ruang hampa. Kekerasan selalu terjadi dalam konteks kehidupan yang meliputi banyak aspek, baik sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya.
“Salah satu yang tidak pernah kita urai bahwa kekerasan seringkali berulang. Orang yang melakukan kekerasan biasanya juga pernah mengalami kekerasan. Dalam konteks anak-anak di sekolah, anak yang melakukan bully biasanya anak yang sebelumnya mengalami bully,” jelasnya
Asih juga memaparkan bahwa perundungan bisa terjadi di mana saja dan pelakunya bisa siapa saja. Bahkan seringkali pelaku adalah orang-orang terdekat, teman, senior, pacar, atau guru.
“Kekerasan terjadi karena relasi kuasa. Anak-anak adalah pihak yang sangat rentan mengalami kekerasan karena ia belum mandiri dan masih bergantung pada orang lain. Hal demikian yang memposisikan anak-anak menjadi pihak yang lemah dalam relasi kuasa dan kerap kali mengalami kekerasan,” ungkapnya.
Respon anak yang mengalami kekerasan bisa banyak antara lain: fight (membalas), flight (melarikan diri), freeze (membeku tidak berdaya). Dampak yang ditimbulkan juga bermacam-macam, yang terparah adalah self-harm (menyakiti diri sendiri) dan bahkan di beberapa kasus sampai bunuh diri.
Maka dari itu penting bagi para guru dan orang dewasa untuk memahami bahwa pendekatan terhadap anak yang mengalami atau pun yang melakukan kekerasaan memerlukan pendekatan yang humanistik.
“Jangan menghapus kekerasan tapi dengan cara kekerasan. Juga jangan sembarangan melabeli anak-anak, sebab bisa jadi itu akan melekat dan menjadi karakter.” pungkasnya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (Kabid PPA) DPPKBP3A Kab. Cirebon, Saniri mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sering terjadi. Di Kab. Cirebon sendiri meskipun angkanya kecil tapi tiap tahunnya selalu ada laporan yang masuk.
“Pada tahun 2022 terjadi 101 kasus, tahun 2023 terjadi 110 kasus, tahun 2024 terjadi 74 kasus. Dari laporan tersebut 80 persen kasus terjadi pada anak,” katanya.
Menurutnya, fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak nampak seperti gunung es. Kasus yang terlihat sangat kecil padahal sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat lebih banyak dari itu.
“Hal yang membuat anak atau orang yang mengalami kekerasan tidak berani untuk melapor karena kebanyakan pelakunya adalah orang-orang dekat,” tegasnya
Pihaknya pun mengimbau jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak jangan takut untuk speak up atau melapor ke Dinas PPKBP3A yang bertempat di Sumber. Atau jika jauh dari Sumber bisa melapor ke UPTD5A yang ada di setiap Kecamatan.
“Di sana ada tenaga lini lapangan yang bernama Motekar (Motivator Ketahanan Keluarga),” pungkasnya. []