Oleh: Dewi Raudlatul Jannah
Hidup di abad ke-21, belum habis permasalahan di Republik ini, belum selesai arus pembahasan korupsi PT Pertamina dan PT Antam di berbagai laman sosial media, masyarakat Indonesia dibuat lebih sibuk dengan pernyataan salah satu anggota legislatif. Pernyataan politikus sekaligus musisi Ahmad Dhani, terkait isu naturalisasi pemain sepakbola asing menuai kecaman publik.
Dhani dalam rapat di Komisi X DPR RI, Jakarta, 05 Maret 2025 melontarkan pernyataan seksis terhadap perempuan. Pernyataan dia itu juga rasis dan melanggar hukum Cedaw (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) sebagai hukum internasional. Melenggang sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Dhani terpilih usai pemilihan umum serentak tahun 2024 dan dilantik untuk masa jabatan 2024-2029.
Usulan yang menurutnya out of the box atau pemikiran yang berbeda dari biasanya justru rasis dan menjadikan perempuan sebagai objek. Penyataannya itu menempatkan perempuan sebagai alat produksi atlet untuk kepentingan sepak bola Indonesia dan pelayan seksual bagi laki-laki. Ini tentu bertentangan dengan komitmen penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Dalam rapat komisi yang berlangsung sekitar 90 menit itu, Ahmad Dhani dan perwakilan partai yang lain menyampaikan gagasan kepada ketua PSSI, Erick Thohir. “Tapi, usul saya kurangilah pemain yang bule dalam tanda kutip yang rasnya rambut pirang, mata biru karena kalau menurut saya untuk Indonesia kurang enak dilihat.”
“Cari yang mungkin yang rasnya mirip-mirip dengan kita. Entah itu dari Korea, Afrika, yang mirip-mirip dengan kita, Jadi pemain bola di atas 40 tahun mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia.”
“Kita cari yang laki-laki saja, apalagi kalau muslim bisa 4 istrinya,” tuturnya.
Komnas perempuan mengecam pernyataan Ahmad Dhani yang dinilai melecehkan perempuan dan merendahkan martabat Indonesia. Komnas perempuan menilai pernyataan itu menempatkan posisi perempuan sebagai mesin reproduksi anak dan pelayanan seksual suami. Dhani juga mengatakan apabila pemain yang dinaturalisasi itu beragama Islam maka bisa dinikahkan sampai empat perempuan.
Tanggapan Komnas Kerempuan yang ditulis Ameera.republika.co.id menjelaskan, bahwa pimpinan dan anggota DRP RI memiliki mandat untuk mengawal 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Prinsip penghormatan pada kemanusiaan yang adil dan beradab, non-diskriminasi, dan penghargaan pada kebhinnekaan adalah nilai integral dari 4 Pilar Kebangsaan yang harus dijunjung tinggi dan diamalkan. Termasuk di dalamnya adalah penghargaan kepada perempuan sebagai manusia yang setara, bukan sekadar objek seksual dan objek reproduksi.
Perempuan bukan semata-mata makhluk seksual yang dengan bebas diobjektifikasi tubuhnya. Tubuh perempuan adalah tubuh yang berbicara, tubuh yang mampu menyatakan diri sebagai “saya”. Kehidupan misoginis (kebencian terhadap perempuan) kental mewarnai manusia tidak hanya di era jahiliyyah, mengapa? Karena saat ini pun praktik-praktik kebudayaan patriarki masih langgeng dan kokoh. Agama hadir mengenalkan kemanusiaan di tengah banyaknya permasalahan sosial.
Rasisme
Isu ras menjadi penting dalam masyarakat modern, sebab setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi diri dengan maksimal. Berkembangnya rasisme tidak luput dari mitos-mitos zaman Yunani kuno, sebut saja tokoh popular Plato dan Aristoteles. Mereka dengan cepat berpikir bahwa bangsa Yunani adalah bangsa yang ditakdirkan menjadi penguasa atas bangsa lain. Mereka juga yang menyebutkan bangsa selain Yunani adalah bangsa yang ditakdirkan menjadi budak.
Pemahaman ini berkembang pesat mempengaruhi pemikiran manusia saat itu. Perkembangan dunia Barat dalam penemuan-penemuan besar membentuk paradigma bahwa bangsa Barat layaknya bangsa Yunani, bangsa penguasa. Dan bangsa lain sebagai budak.
Ungkapan Ahmad Dhani jelas merupakan Tindakan rasisme, manusia terlahir dengan berbagai macam ciri-ciri fisik, warna kulit, hidung, rambut, dan lainnya. Ciri fisik ini bukan sebuah dosa turun temurun atau kutukan. Rasisme menjadi hantu dalam ideologi yang menganggap eksistensi diri lebih baik dari yang lain.
Poligami Bukan Solusi
Pandangan seksis poligami untuk laki-laki muslim menodai etika kemanusiaan dan bukan solusi untuk sepak bola Indonesia agar berprestasi di Piala Dunia. Poligami lahir dari sudut pandang patriarkis yang menempatkan laki-laki sebagai aktor dalam semua aspek kehidupan.
Feminis muslim KH Husein Muhammad dalam bukunya “Poligami: Sebuah Kajian Kritis Kontemporer Seorang Kiai” menjelaskan bahwa poligami bukan praktik yang dilahirkan oleh Islam. Islam tidak menginisiasi poligami. Jauh sebelum Islam datang, tradisi poligami telah menjadi salah satu bentuk praktik peradaban patriarkis. Al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw. hadir untuk melakukan transformasi kultural atau mengubah praktik yang merendahkan dan menyakiti manusia tersebut.
Kiai asal Kabupaten Cirebon itu melakukan penafsiran ulang teks-teks keagamaan. Beliau juga menyatakan Al-Qur’an tidak ujug-ujug turun untuk mengafirmasi perlunya poligami. Pernyataan Islam atas poligami justru dilakukan dalam rangka mengeliminasi praktik ini, selangkah demi selangkah, hingga kelak praktik tersebut tidak ada lagi.
KH Husein percaya bahwa semua agama, etika kemanusiaan, dan tradisi spiritual tidak membenarkan tindakan apapun yang membuat orang lain sakit dan menderita. Tidak hanya poligami, seluruh praktik yang tidak menghargai manusia harus ditransformasikan sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Pola pikir patriarki tidak bisa dinormalisasi dalam ruang manapun. Persepsi seksis masih dianut oleh banyak orang Indonesia termasuk pejabat publik sehingga perempuan rentan mengalami perilaku diskriminatif. Wujud diskriminasi perempuan yaitu steorotip, subordinasi, marginalisasi, beban ganda, dan kekerasan merajalela hingga detik ini.
Langgengnya pola pikir patriarki mengakibatkan sebagian perempuan menerima kodratnya sebagai second-class citize “warga kelas dua”.Upaya-upaya melanggengkan untuk kepentingan patriatki dilakukan misalnya dengan membuat istilah inferior terhadap perempuan kanca wingking dalam masyarakat Jawa atau perempuan sebagai teman belakang yang mengatur kegiatan domestik. Ada juga istilah suwarga nunut neraka katut yang ditujukan kepada para isteri. Isi pesannya adlaah bahwa suami itu penentu apakah seorang istri akan masuk surga atau neraka.
Tubuh Perempuan
“Aku berada di dunia melalui tubuh, jika badanku disentuh, akulah yang disentuh, badanku adalah kesatuan dengan Aku.” Anthony Synnott seorang ilmuwan psikologi menguraikan pemikirannya tentang tubuh. Pandangan yang awalnya tubuh sebagai musuh, menjadi tubuh sebagai diri yang utuh.
Seorang feminis, Simone de Beauvoir tercatat sebagai filsuf pertama yang membahas “ada perempuan” dengan satu pertanyaan: What is a woman? Ideologi patriarki yang tajam dan dominan membuat perempuan terabaikan lalu tenggelam seakan tidak ada. Eksistensi perempuan tertutupi oleh mitos-mitos dan dominasi kekuasaan patriarki. Bahwa tubuh perempuan bukanlah milik perempuan itu sendiri.
Seorang feminis abad ke-19, Madeleine Pelletier yang anti kapitalis dan anti fasis mengutuk ketidakadilan yang dialami perempuan. Ia menuntut keterlibatan perempuan dalam pemilihan umum, dalam aksinya ia melemparkan batu ke kaca-kaca tempat pemungutan suara dan dengan lantang mengatakan “memecahkan kaca memang bukan argumen, namun karena laki-laki tidak mendengar argumen perempuan, maka pecahkan saja kaca-kaca itu.”
Pernyataan Ahmad Dhani melukai seluruh perempuan Indonesia sekaligus melukai etika kemanusiaan. Ungkapannya menjelang peringatan Internasional Womens Day (IWD) pada 8 Maret, membuktikan bahwa belum tercapainya kesetaraan gender di lingkungan sosial kita. Ini bukan refleksi, ini adalah bunyi sirine tanda bahaya. Tubuh perempuan bukanlah tubuh yang disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan politis para pembuat kebijakan. Tubuh perempuan bukanlah tubuh patuh yang diam tanpa perlawanan. []