Oleh: Asih Widiyowati
Pada pagi hari, suasana riuh tawa anak-anak yang berlarian ke sana kemari seakan menjadi pemandangan yang menghangatkan hati. Para balita bermain bersama penuh kegembiraan, sementara para ibu mengawasi dari depan pagar rumah masing-masing. Masa kanak-kanak, terutama di usia emas, merupakan periode yang sangat penting dan membutuhkan pendampingan intensif dari orang tua.
Namun, di tengah keriangan itu, ancaman kekerasan seksual terhadap anak masih membayangi. Ada saja pihak yang merenggut masa emas anak melalui tindakan yang merusak kondisi psikologis mereka. Inilah situasi yang tentu tidak kita harapkan terjadi pada anak maupun keluarga kita.
Belum lama ini, publik dikejutkan dengan viralnya aksi Muhammad Elham Yahya Luqman, atau akrab disapa Gus Elham, yang mencium seorang balita perempuan dan memasukkan pipi anak tersebut ke dalam mulutnya. Peristiwa ini kembali memunculkan keresahan para orang tua mengenai keamanan lingkungan tempat anak belajar dan tumbuh. Kekhawatiran ini wajar, meski tidak semuanya dapat segera dipahami oleh orang lain.
Di tengah perenungan melihat anak-anak yang sedang bermain, muncul pertanyaan: mengapa ada orang dewasa yang tega melampaui batas dan melampiaskan hasrat kepada anak-anak? Ironisnya, perilaku yang melanggar batas tidak selalu muncul dalam bentuk ekstrem yang viral. Di sekitar kita, masih sering ditemui kebiasaan orang dewasa mencium atau memeluk anak tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Banyak yang menormalisasi tindakan tersebut dengan alasan, “Itu ponakan sendiri,” atau “Kan anak sendiri.” Jangan yah, mari kita ubah perilaku kita yang kerap menormalisasi dengan alasan gemes, lucu, atau apapun itu. Nggak kebayangkan, jika peristiwa kekerasan seksual itu dialami anak kita, ponakan kita sendiri. Betapa hancurnya masa-masa anak yang indah itu.
Child Grooming
Pada kasus tertentu, anak bisa saja merasa tidak nyaman. Mengabaikan perasaan mereka berarti kita turut mempertahankan budaya yang tidak sehat. Terdapat pula modus tersembunyi dalam kekerasan seksual terhadap anak yang perlu diwaspadai, yaitu child grooming. Istilah ini memang belum begitu familiar di masyarakat, tapi perlu kita waspadai bersamai.
Menurut referensi Kesehatan aladokter.com, child grooming atau grooming adalah teknik manipulasi yang dilakukan orang dewasa untuk membangun kepercayaan anak dengan tujuan mengeksploitasi atau melecehkan mereka secara seksual. Manipulasi ini dapat berbentuk pemberian hadiah, perhatian berlebih, pujian, atau bentuk dukungan emosional lainnya. Batas antara kasih sayang dan modus manipulatif ini sangat tipis, sehingga indikator paling penting adalah “kenyamanan anak”.
Orang tua perlu waspada jika terjadi perubahan perilaku pada anak, misalnya anak yang biasanya ceria menjadi pendiam, takut keluar rumah, atau menghindari benda, warna, atau jalan tertentu. Bisa jadi anak sedang memendam pengalaman traumatis yang tidak berani ia ungkapkan.
Modus grooming dapat terjadi di mana saja, di lingkungan rumah, sekolah, tempat ibadah, bahkan di dunia digital. Oleh karena itu, langkah pencegahan harus dimulai sejak dini: Pertama ajarkan anak untuk berani mengatakan “Tidak.” Beri mereka pemahaman bahwa tubuh mereka adalah milik mereka dan tidak boleh disentuh tanpa izin. Kedua, bangun budaya komunikasi terbuka. Biasakan anak bercerita tentang apa pun yang membuat mereka tidak nyaman. Ketiga, jadilah pendengar yang aman dan suportif. Sediakan ruang yang membuat anak merasa diterima ketika mereka sedang tidak baik-baik saja. Dan keempat, kenalkan pendidikan seksualitas sejak dini. Ajarkan bagian tubuh dan fungsinya, serta batasan relasi yang sehat dengan orang lain.
Melindungi anak di usia emas adalah tanggung jawab bersama. Setiap orang dewasa memiliki peran untuk memastikan bahwa masa tumbuh kembang mereka berjalan dengan aman, sehat, dan bebas dari ancaman kekerasan. Jadi, mari menjaga Anak-Anak Kita di usia emas dari modus-modus grooming.
Ini menjadi momentum kita bersama untuk bergerak: orang tua, guru, tetangga dan seluruh masyarakat. Kita bisa membangun ruang tumbuh bagi anak yang aman dengan cara-cara sederhana, seperti menghargai batasan anak, peka terhadap perubahan perilaku, dan tidak menutup mata pada tanda-tanda manipulasi. Mungkin setiap langkah kecil yang kita lakukan hari ini dapa menjadi penyelemat bagi seorang anak di esok hari. Wallahu’alam. []