“Menimbang Rasa”: Perjumpaan Moving Rasa dan Umah Ramah

First slide

22 Agustus 2023

Oleh: Ahmad Hadid

Andrew Suseno, pendiri Moving Rasa, Amerika Serikat, terlihat antusias saat berdiskusi dengan Umah Ramah, Senin, 21 Agustus 2023. Selain mendiskusikan kerja organisasi masing-masing, perjumpaan antara dua organisasi ini juga diramaikan dengan pergelaran tari topeng Cirebon.

Moving Rasa didirikan di East Harlem, New York, adalah sebuah bentuk gerakan dan tarian kontak yang mengeksplorasi bagaimana kesadaran kita muncul dalam hubungan satu sama lain. Melalui Moving Rasa, Andrew mendukung orang lain untuk menemukan rasa-bergeraknya mereka dengan kombinasi antara pelatihan somatik dan terapi khas Barat dengan pencarian keadilan sosial serta filosofi khas Indonesia.

Andrew, berkesempatan mengunjungi Indonesia dalam rangka silaturahmi keluarga, dan mengenal lebih dalam tentang budaya dan kearifan lokal negeri orang tuanya. Orang tuanya adalah Warga Indonesia yang tinggal di Amerika sedangkan Andrew lahir dan besar di sana. Dia baru pertama menginjakkan kaki di Indonesia.

Umah Ramah adalah satu dari sekian banyak tempat yang dia kunjungi. Bagi Andrew, Umah Ramah adalah keluarga. Moving Rasa dan Umah Ramah sebelumnya sering berjumpa secara daring. Baik Moving Rasa maupun Umah Ramah secara garis besar keduanya bergerak bersama dalam kerja-kerja kemanusian untuk menghapus kekerasan seksual yang keduanya pertama kali dipertemukan oleh Nina Jusuf dari NAPIESV.

Dalam perjumpaan yang singkat tersebut, Andrew menceritakan bagaimana Moving Rasa bekerja dalam mengurai kasus-kasus kekerasn seksual. Ia membuat ruang-ruang aman untuk perjumpaan. Di ruang itu orang-orang bebas bercerita, bergerak, menari, dan kontak fisik tanpa melanggar kebebasan orang lain.

Katanya, orang yang mengalami kekerasan seksual umumnya mengalami trauma dengan sentuhan fisik. Menari bisa amembantu secara perlahan untuk mengurai trauma fisik yang dialami. Sebelum melakukan tari, setiap orang berhak memberitahukan bagian tubuh mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh. Aturan setiap individu tersebut kemudian menjadi komitmen bersama, kemudian menari bersama untuk mengurai traumanya masing-masing.

Melalui tarian, trauma tubuh juga bisa dilepaskan ke alam semesta. Andrew mempraktikan tari itu dengan menempelkan tubuhnya pada tembok dan benda-benda sekitar.

“Saat tubuh bersentuhan dengan benda-benda, tubuh akan menyalurkan beban-bebannya pada benda-benda tersebut. Saat itulah rasa mengambil perannya dalam menguraikan trauma fisik. Perlahan rasa-rasa itu bersentuhan dan saling mengurai satu sama lain,” kata Andrew.

Setelah diskusi, acara dilanjutkan dengan pementasan tari topeng Cirebon yang memiliki lima karakter: Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, dan Klana. Tari tersebut dibawakan Kadi, seorang penari yang sudah dua puluh tahun mendedikasikan hidupnya untuk menari.

Setelah selesai menarikan lima tarian dengan topeng, Kadi dari LKP Primatari Cirebon, itu kemudian menjelaskan makna simbolik masing-masing karakter tarian dan topengnya. Salah satu penjelasan yang diberikan oleh Kadi adalah tentang Tari Panji. Tarian ini dianggapnya sebagai tarian paling susah karena gerakannya sangat halus sementara lagu pengiringnya memiliki tempo yang tinggi. Sang penari harus tetap menunjukkan kehalusan gerakan namun di saat bersamaan gerakan itu dituntut bertenaga.

“Salah satu gerakan dalam tari topeng Panji adalah pesan untuk menimbang rasa,” kata Kadi sambil mempraktikkan gerakan tersebut. Yakni gerakan kedua tangan berada di tengah dada, yang diikuti oleh gerakan jari-jari tangan menekan tulang dada seperti tuts piano.

Setelah penjelasan itu selesai, kami pun kembali berdiskusi kembali mengenai karakter-karakter topeng tersebut, berkaitan dengan emosi, rasa, dan alam Cirebon. Setelah itu, Andrew diajak Kadi untuk mencoba menarikan topeng Klana. Andrew berlatih sesaat untuk semakin mengenal tarian tersebut.***

Share to :