Memprioritaskan Kebutuhan Perempuan dan Anak selama Bencana

First slide

15 Februari 2021

Bencana melanda sebagian wilayah Indonesia pada awal tahun 2021. Salah satu bencana yang cukup serius terjadi di Kabupaten Indramayu pada pekan pertama Februari 2021 ini. Banjir besar terjadi pada Senin, 8 Februari 2021. Berita dan kondisi banjir pun berseliweran di berbagai media.

Banjir di Indramayu kali ini termasuk banjir yang terbesar dan terparah. Sebanyak 21 kecamatan terdampak bencana yang diakibatkan meluapnya tiga sungai, Sungai Cimanuk, Cipanas dan Cipunagara.

Detik.com memberitakan bahwa tak kurang dari 10.000 warga atau 7.000 keluarga terdampak bencana banjir. Diantara kecamatan yang terkena dampak antara lain Lelea, Jatibarang, Kertasmaya, Sindang, Lohbener, Losarang, Kandanghaur, Terisi dan Haurgeulis.

Kondisi demikian menggerakkan tim Umah Ramah (UR) untuk ikut berpartisipasi meringankan dampak yang dirasakan masyarakat. Dengan kemampuan seadanya, UR menggalang bantuan, baik berupa uang maupun barang.

Pada Senin, 8 Februari 2021, pengumuman penggalangan dana “Peduli Korban Banjir Indramayu” disebarkan melalui kanal-kanal media sosial UR, Instagram, Facebook, dan WahatsApp. Hasilnya, dari empat hari penggalangan dana, 8-11 Februari 2021, UR telah mengumpulkan donasi berupa uang sebesar Rp. 4,5 juta dan 11 dus pakaian layak pakai.

Bantuan tersebut kemudian disalurkan dua kali ke posko pengungsian. Pertama di Posko Pengungsian SMK PGRI Kandanghaur pada Rabu 10 Februari 2021 dan kedua di Posko Pengungsian Masjid Al-Ikhlas Eretan, Kec. Kandanghaur pada Jumat 12 Februari 2021.

Bantuan berupa uang kemudian UR belanjakan untuk kebutuhan perempuan dan anak, berupa pembalut, pampers, obat-obatan, masker, dan makanan berupa beras dan biskuit.

Perempuan dan Anak

Selama bencana, kondisi perempuan dan anak adalah yang paling rentan dibandingkan yang lain. Kebutuhan seperti pampers untuk anak dan pembalut untuk perempuan seringkali terlupakan. Ketika tim UR berbincang dengan para korban terdampak banjir, kebutuhan pampers untuk anak-anak mereka tidak diperhatikan sama sekali. Padahal kesehatan anak dan bayi sangat penting dijaga selama di pengungsian.

Kami mendengar kabar seorang balita di Kec. Hargeulis, Kab. Indramayu meninggal dunia karena kedinginan selama peristiwa banjir berlangsung. Sistem ketahanan dan kesehatan tubuh bayi dan anak tidak sama dengan orang dewasa. Mereka lebih rentan karena secara biologis, fisiologis maupun mental masih bertumbuh. Sehingga memperhatikan kebutuhan mereka selama bencana patut menjadi prioritas.

Hal lain yang tak kalah penting adalah memperhatikan kebutuhan reproduksi dan kesehatan para perempuan. Banyak masyarakat selama bencana tidak memedulikan kebutuhan untuk mandi dan menjaga kebersihan para perempuan selama bencana. Kebutuhan perempuan menjadi lebih penting untuk diperhatikan karena mereka tidak bisa “libur” menjalani tugas reproduksinya. Dalam kondisi bencana sekalipun.

Di pengungsian, kami mendapati fasilitas untuk mandi dan buang air sangat terbatas. Banyak fasilitas kebersihan tersebut tak bisa digunakan karena terendam air banjir. Akibatnya, para pangungsi menggunakan fasilitas yang terbatas untuk banyak orang.

Di Posko Banjir SMK PGRI Kandanghaur misalnya, 2 WC digunakan ramai-ramai oleh 150 pengungsi. Dalam kondisi darurat, tentu saja hal itu bisa dimaklumi. Akan tetapi, lagi-lagi, perempuan menjadi orang yang paling dirugikan dalam situasi ini. Mereka harus tetap mengurus anak dan bayi selama di pengungsian, belum lagi beberapa perempuan sedang haid. Miris sekali jika tidak ada pembalut di pengungsian.

Oleh karena itu, sedari awal, kami sudah berniat, semua uang yang terkumpul akan kami belikan pampers dan pembalut. Baru di hari terakhir permintaan bantuan beras meningkat dan kami membelikan bahan makanan pokok itu untuk disalurkan.

Pemberian bantuan berupa pembalut dan pampers memang tidak menyelesaikan masalah, tapi paling tidak perhatian terhadap perempuan dan anak, sebagai kelompok paling rentan ketika bencana, patut mendapat perhatian lebih. Kami ingin menjadi bagian dalam gerakan kesadaran ini. Dan berharap gerakan ini bisa membangun kesadaran masyarakat dalam taraf yang lebih luas.

Mendengarkan cerita perempuan di pengusian juga menimbulkan perhatian atas hak kesehatan reproduksi mereka yang terabaikan. Padahal hak reproduksi sangatlah penting bagi perempuan dan sudah seharusnya mereka dapatkan. Hak pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi ini sangat berkait dengan kehidupan perempuan untuk melanjutkan kehidupan.

Hak pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi ini merupakan bagian dari 12 hak reproduksi yang sesuai dengan International Conference on Population Development (ICPD) 1994. ICPD merupakan dokumen kerangka global pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan yang ditandatangani 179 negara, termasuk Indonesia, di Kairo pada 1994.

Selama di pengungsian, kami melihat sarana dan prasarana bagi ibu menyusui memprihatinkan. Tidak ada ruang untuk menyusui yang dibuat secara darurat, sehingga ibu-ibu menyusui di ruang terbuka.

Ketersedian air dan toilet bersih juga menjadi hal penting yang patut diperhatikan saat terjadi bencana. Anak-anak dan remaja perempuan sangat membutuhkan ketersediaan air dan toilet bersih yang terjamin keamanan dan kenyamanannya.

Situasi di pengungsian juga memerlukan kewaspadaan dan pengertian bersama agar tidak terjadi kekerasan seksual, utamanya terhadap perempuan dan anak. Jangan sampai bencana yang sudah dialami berupa banjir bertambah dengan bencana traumatik karena kekerasan seksual.

Ke depan kami berharap, dalam situasi apapun, terutama situasi bencana, kebutuhan kelompok-kelompok paling rentan menjadi prioritas. Semua pihak bersama-sama bisa memastikan semua orang aman, nyaman, bersih, sehat dan tidak mengalami penderitaan baik fisik maupun mental. []

Share to :