Umah Ramah sejak 2020 melakukan berbagai kegiatan dalam rangka pergerakan membumikan pemahaman tentang seksualitas sebagai upaya untuk mencegah kekerasan seksual di Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban ke publik, Umah Ramah membuat Laporan Tahunan sejak tahun 2021. Saat ini, Laporan Tahunan Umah Ramah 2024 dalam edisi Bahasa sudah bisa diunduh, silakan download secara gratis di sini (Laporan Tahunan Umah Ramah 2024).
Since 2020, Umah Ramah has been carrying out various activities as part of a movement to promote an understanding of sexuality as an effort to prevent sexual violence in Indonesia. As a form of accountability to the public, Umah Ramah has been publishing an Annual Report since 2021. The 2024 Umah Ramah Annual Report in English is now available for download. Feel free to download it for free here: (Umah Ramah 2024 Annual Report).
Sambutan Direktur
Secara legal formal, Umah Ramah berdiri pada tahun 2020 atas dukungan dari dari National Organization of Asians and Pacific Islanders Ending Sexual Violence (NAPIESV). Sejak itu pula kami melakukan penelitian, pelatihan, diskusi, pendampingan, dan kerja-kerja di akar rumput terkait dengan isu kesehatan dan hak reproduksi, seksualitas, dan penghapusan kekerasan seksual.
Masalah dan tantangan yang kami hadapi saat melakukan kerja-kerja itu di lapangan sangat banyak dan kompleks. Akan tetapi ada dua masalah utama dalam upaya untuk menghapuskan kekerasan seksual di Indonesia. Pertama, orang-orang masih salah paham tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual? Kesalahpahaman-kesalahpahaman itu diantaranya disebabkan karena mereka menganggap kekerasan seksual hanyalah pemerkosaan, sementara kekerasan lain seperti kekerasan verbal dan pelecehan seksual dianggap bukan kekerasan seksual.
Selanjutnya, masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, masih memandang hubungan seksual yang baik adalah yang berada di dalam perkawinan. Keyakinan ini membuat aspek kerelaan dan persetujuan dalam hubungan seksual tidak menjadi perhatian utama. Dampaknya diantaranya seperti kekerasan seksual dalam perkawinan (marital rape) yang sulit untuk dikenali sebagai bentuk kekerasan seksual. Kesalahpahaman juga disebabkan karena masih sulitnya masyarakat melihat ketimpangan relasi kuasa antara korban dan pelaku.
Masalah utama yang kedua, kekerasan seksual menjadi semakin sulit untuk diurai karena pintu masuk untuk membicarakannya telah ditabukan. Mayoritas masyarakat di Indonesia masih menganggap pembicaraan mengenai seksualitas adalah tabu. Padahal ketabuan ini tidak sepenuhnya benar karena di tempat-tempat tertentu, satu sama lain dari mereka membicarakan seksualitas secara terbuka. Sehingga ketabuan itu bisa jadi dibuat-buat untuk semakin menindas dan mendiskriminasi perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
Tantangan-tantangan tersebut semakin membuat kami bersemangat melakukan kerja-kerja di akar rumput untuk mewujudkan kehidupan yang bebas dari kekerasan, adil, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pada 2024, selain melakukan berbagai kegiatan seperti tahun sebelumnya, kami semakin serius dan fokus untuk menyelenggarakan Sekolah Sudhamala. Bisa dikatakan pada tahun inilah kami menemukan bentuk bagaimana sekolah ini seharusnya dilakukan.
Akhirnya, inilah laporan yang bisa kami sampaikan sebagai pertanggungjawaban kepada publik. Semoga bisa menjadi pembelajaran bersama dan sinergi dalam pergerakan penghapusan kekerasan seksual. []
Tabik,
Direktur Umah Ramah
TURISIH WIDIYOWATI