Oleh: Ahmad Hadid
Kekerasan seksual menjadi masalah krusial di kampus. Demikian dikatakan Rifki, Ketua Pelaksana Ta’aruf Tasawuf dan Psikoterapi (TATAPS) IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2023. Menurutnya, kekerasan seksual sering terjadi di kampus dan lingkungan sekitarnya namun kejadiannya kerap tidak disadari.
“Kekerasan seksual sering terjadi di lingkungan kampus. Saya kerap menjumpai candaan seksis, catcalling berbentuk siulan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman,” katanya, Senin 04 September 2023.
Dia bersama Himpunan Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi IAIN Syekh Nurjati Cirebon pun kemudian membuat diskusi terbuka terkait kekerasan seksual. Tujuannya yakni untuk membekali mahasiswa baru agar memahami dan mengantisipasi kekerasan seksual.
Pendiri Umah Ramah, Asih Widyowati yang menjadi pembicara dalam diskusi itu mengatakan, kekerasan seksual sangat dekat dengan mahasiswa dan dunia kampus, namun kekerasan itu masih sering disalahartikan. Banyaknya stigma, tabu, dan pandangan miring dari orang-orang membuat mereka yang mengalami kekerasan seksual sulit dan enggan untuk bicara.
“Padahal dampak yang ditimbulkan kekerasan seksual sangatlah besar. Orang yang mengalami kekerasan seksual biasa mengalami trauma berkepanjangan, kerap mengalahkan diri sendiri, mengalami gangguan mental dan sebagainya,” katanya.
Dalam diskusi, para peserta pun menceritakan beberapa kekerasan seksual yang mereka ketahui. Salah satu peserta menceritakan pengalaman teman perempuannya yang mengalami kekerasan seksual. Peserta lainnya bahkan ada yang mendengar seorang guru yang melakukan kekerasan seksual kepada muridnya sendiri.
Kekerasan seksual, menurut Asih, sangat berkaitan dengan pemahaman kita terkait seksualitas. Banyak dari kita salah memahami kekerasan seksual karena mula-mula keliru dalam memahami seksualitas.
“Saat disebut kata ‘seksualitas’, umumnya pikiran mengarah pada sesuatu yang tabu, saru, jorok, atau kotor. Padahal seksualitas bukan hanya tentang hubungan seksual, tapi bagaimana hidup dan melanjutkan hidup,” lanjutnya.
Asih mengakhiri diskusi itu dengan mengatakan bahwa membicarakan kekerasan seksual harus berujung pada sikap kita untuk memperjuangkan hidup tanpa kekerasan, rasa sakit, dan trauma. “Karena itu semua bisa menghambat proses hidup menjadi manusia yang utuh,” pungkasnya. []