Ibu-Ibu Jam’iyah Nurul Yaqin Desa Cisaat Belajar Kespro Bersama UR

First slide

3 Juni 2025

Reporter: Admin UR

Umah Ramah kembali turun ke komunitas akar rumput, berkolaborasi dengan kelompok pemuda-pemudi di Desa Cisaat, Kec. Dukupuntang, Kab. Cirebon. Kali ini dalam kegiatan Seminar Perempuan yang bertema “Mengenal Kesehatan Reproduksi dan Mencegah Kekerasan dalam Rumah Tangga.” Bertempat di Mushola Nurul Yaqin pada Minggu, 1 Juni 2025.

Sebanyak 20-an ibu-ibu dan 10 remaja perempuan hadir duduk lelesan menyimak dan berdiskusi bersama pegiat Umah Ramah.

“Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tujuan agar ibu-ibu dan remaja memahami pentingnya mengenal tubuhnya sendiri. Juga agar tidak mengalami pelecehan dan kekerasan baik fisik, psikis dan kekerasan seksual. Minimal dimulai dari lingkungan terdekat kita,” kata Lia, ketua penyelenggara kegiatan itu.

Pegiat Umah Ramah, Asih Widiyowati, memulai pemaparannya dengan mengingatkan bahwa kegiatan itu adalah ruang aman bersama-sama. Sehingga kalau di tengah penyampaian materi, ada sesiapa yang merasa tidak nyaman, maka boleh interupsi.

“Saat penyampaian materi, yakni tentang Mengenal Tubuh dan Memahami Kesehatan Reproduksi, siapa pun boleh angkat tangan dan keluar ruangan sejenak atau apa pun agar rileks kembali,” katanya.

Menurut Asih, mengenal tubuh dan memahami kesehatan reproduksi merupakan kunci penting dalam mencegah terjadinya kekerasan. Asih memberikan beberapa pertantanyaan tentang, bagian tubuh mana yang paling tidak kenal? Adakah bagian tubuh yang membuat tidak nyaman? Adakah bagian tubuh yang tidak boleh disentuh? Kenapa? Dan pernahakan diejek karena bagian tubuh tertentu?

Awalanya tidak ada seorang peserta pun yang berani menjawab. Peserta terlihat saling pandang dan senyum-senyum saja. Namun saat dicontohkan misal saya dibilang kurus, pantatnya tepos, pada saat itu saya jadi merasa tak nyaman dengan tubuh saya sendiri khusunya bagian pantat. Dari situ kemudian para peserta mulai bersuara.

“Kita ngga bisa membicarakan soal bagian-bagian tubuh bu, soalnya malu dan tabu,” cletuk seorang ibu.

Dari situasi seperti itulah, proses pemberian materi yang dibawakan pegiat Umah Ramah berlangsung secara dua arah, dialektis, bukan pendoktrinan yang bekerja satu arah.

Dalam pemaran berikutnya, Asih memaparkan tentang memahami apa makna kesehatan dan reproduksi. Dia menjelaskan bahwa reprduksi merupakan bagian dari seksualitas manusia, yang tidak hanya membicarakan tentang reproduksi berketurunan atau yang biologis, atau pun fungsi dan sistem reproduksinya saja.

“Seksualitas meliputi segala hal yang berkaitan dengan seksual manusia yang meliputi berbagai aspek: biologis, psikologis, sosiologis, ekonomi, budaya, agama dan sebagainya,” ungkapnya.

Pemahaman terkait seksualitas menjadi kunci dalam mencegah terjadinya kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu pilar penting dalam upaya pencegahan KDRT adalah pemahaman yang komprehensif tentang mengenali dan memahami tubuh sendiri.

“Jika masih menganggap tabu dan malu, maka ketika mengalami kekerasan, kita akan diam saja,” tegasnya.

Di akhir sesi, Asih menekankan bahwa penting juga membuat ruang aman dan nyaman, sekecil apa pun ruang itu, yang bisa dilakukan bersama. Dia mencontohkan seperti saat ngaji mingguan, ruang di mana interaksi bersama terjadi, bisa menjadi ruang untuk saling support dan peduli terhadap tetangga kanan kiri.

Setelah pemaparan, salah satu peserta bertanya apa yang harus dilakukan ketika suaminya memintanya untuk hamil lagi. Sedangkan dia merasa tak sanggup karena obesitas dan pengalaman traumatik akibat sesar dua anak sebelumnya.

Dia bertanya dengan nada kritis, “Kenapa perempuan terus dituntut hamil? apakah saya dosa dan dianggap melawan suami ketika saya bilang tidak mau hamil lagi?” tanyanya.

Peserta lain menanyakan bagaimana dampak perempuan yang menggunakaan alat kontrasepsi? Mengapa Perempuan terus yang diminta menggunakan kontrasepsi? Apakah karena ada anggapan kalau laki-laki divakestomi jadi tidak perkasa atau bergairah saat hubungan seksual dan tidak bisa bekerja keras?

“Padahal yang merasakan dampak negatifnya itu juga perempuan. Mereka kadang menggigil dan saat strees akhirnya menstruasinya sakit. Tetapi laki-laki tidak tahu dan tidak mau tahu, mengapa yah?” katanya.

Persoalan-persoalan seperti itu sungguh sangat kompleks dan nyata terjadi di masyarakat. Ada banyak lapisan untuk mengurainya.

“Ini bukan soal dosa atau melawan menurut saya tetapi coba diobrolin dari hati-hati dengan pasangan ceritakan yang yang sebenarnya dirasakan oleh ibu-ibu ke pasangannya. Karena bisa jadi pasangan kita tidak mengerti, apa dirasakan terkait pengalaman reproduksi seperti menstruasi, hamil, dan melahirkan,” jelas Asih.

Selain itu, kata Asih, tabunya pengetahuan kebertubuhan dan kesehatan reproduksi ini juga membuat masalah ini tetap berada di wilayah abu-abu. Dia menekankan bahwa kita perlu lebih sering membincangkan pengetahuan seksualitas karena itu menyangkut tentang aspek dalam kehidupan manusia. []

Share to :