Pernyataan Sikap Umah Ramah
terkait Peristiwa Kekerasan Seksual di Pesantren
Cirebon, 8 Oktober 2021
Umah Ramah menyatakan sangat prihatin dengan banyaknya kasus kekerasan seksual terjadi di pesantren. Kami juga sangat prihatin dan mengecam segala tindakan kekerasan yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab terhadap pendamping korban kekerasan seksual di pesantren di Jombang.
Kekerasan seksual di pesantren sudah sangat memprihatinkan bahkan bisa dikatakan pesantren sedang berada pada kondisi darurat kekerasan seksual. Berdasarkan penelusuran Umah Ramah terkait kasus kekerasan seksual yang mengemuka di media massa dalam rentang waktu 2015-2021, kami mencatat tidak kurang dari 18 kasus perjadi di pesantren.Tentu saja itu hanya sebagian kecil saja dari kasus yang sebenarnya terjadi.
Komnas Perempuan merilis lembar fakta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dari tahun 2015-2020. Dalam laporannya selama lima tahun ada sekitar 51 kasus kekerasan seksual. Dari puluhan kasus itu yang mengejutkan adalah pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam menempati urutan kedua, yakni 19 persen (10 kasus) setelah universitas atau perguruan tinggi (27 persen). Bentuk kekerasan yang tertinggi hingga mencapai 88 persen yakni kekerasan seksual (45 kasus) yang terdiri dari perkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa angka kekerasan seksual di pesantren tinggi. Meskipun kedua lembaga ini tidak menyebutkan secara detil angka kekerasan seksual yang dimaksud.
Umah Ramah mendapati kasus-kasus kekerasan seksual di pesantren banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam survei terbatas yang Umah Ramah lakukan pada 26 Juli 2021 – 28 Agustus 2021 terhadap 175 alumni pesantren-pesantren di Jawa, diketahui sebanyak 103 partisipan menjawab pernah mendengar/melihat/mengalami peristiwa kekerasan seksual di pesantren (58,9 persen) sementara sisanya sebanyak 72 partisipan (41,1 persen) menjawab tidak pernah.
Hampir semua pelaku kekerasan adalah orang yang mempunyai relasi kuasa lebih tinggi dibanding korbannya. Mereka adalah pengasuh, kiai, ustadz, pengajar, atau santri senior. Sementara hampir semua korbannya adalah santri ataupun santri baru yang berada pada relasi kuasa yang lemah dan rentan.
Berdasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Umah Ramah mendesak pihak-pihak terkait untuk memperhatikan dengan serius masalah ini. Kami mendesak kepada:
1. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama (Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia); dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; untuk membuat peraturan dan mekanisme untuk mencegah dan menghapuskan kekerasan seksual di pesantren dan seluruh lembaga pendidikan di Indonesia. Serta membuat pusat pengaduan dan layanan terpadu bagi santri yang mengalami kekerasan seksual di pesantren.
2. Kepolisian Republik Indonesia; untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual dan oknum-oknum yang melakukan persekusi dan intimidasi kepada para pendamping korban kekerasan seksual.
3. Organisasi Masyarakat (NU, Muhammadiyah, dsb.) yang menaungi pesantren-pesantren di Indonesia; dan pengelola pesantren-pesantren di Indonesia; untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas yang ramah. Serta membuat pusat pengaduan dan layanan terpadu bagi santri yang mengalami kekerasan seksual di pesantren.
4. Masyarakat secara luas; untuk tidak diam serta turut berperan aktif dalam menciptakan ruang aman dan nyaman bagi orang-orang yang mengalami kekerasan seksual, khusunya yang terjadi di pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Demikian Surat Pernyataan Sikap ini kami buat dengan sebenar-benarnya agar menjadi perhatian kita bersama.
Narahubung:
Asih Widiyowati (+62 857-2417-1974)
Abdul Rosyidi (+62 857-9744-8804)
Siti Jubaidah (+62 857-2227-9896)
Download PDF: https://umahramah.org/report/