Oleh: Ahmad Hadid
Umah Ramah, Women March, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Swadaya Gunungjati (UGJ) Cirebon bekerja sama menggelar Seminar peringatan Hari Perempuan Internasional (IWD). Kegiatan dengan tema “Terabaikannya Perempuan dalam Partisipasi Kebijakan, Masih Adakah Harapan?”, itu digelar di Ruang Audiotorium Kampus I UGJ pada Jumat, 8 Maret 2024.
Ketua pelaksana kegiatan, Yumna, menjelaskan momentum IWD tahun 2024 pihaknya gunakan untuk memperkokoh kembali komitmen dan peran mahasiswa, dosen, serta seluruh civitas akademik dalam menangani kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
“Peran mahasiswa masih tersendat-sendat dalam menangani kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Diharapkan dengan momentum peringatan Hari Perempuan Internasional ini kita bisa meningkatkan kembali komitmen bersama untuk menghilangkan kekerasan seksual di lingkungan Kampus,” jelasnya.
Salah satu narasumber, Direktur Umah Ramah Asih Widyowati menyampaikan meskipun sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, nyatanya praktik pencegahan kekerasan seksual di kampus masih sulit dilakukan.
Dalam peraturan tersebut, setiap Perguruan Tinggi wajib melakukan pencegahan kekerasan seksual dengan tig acara, melalui pendidikan, penguatan tata kelola, dan penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Salah satu penguatan tata kelola yang diamanatkan peraturan itu mengatakan setiap kampus wajib membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Kekerasan Seksual. Akan tetapi upaya pencegahan itu masih belum maksimal sebab masih banyak hal paling mendasar terkait kekerasan seksual masih belum selesai. Salah satunya masih banyak yang masih menganggap kecil masalah kekerasan seksual.
“Masih banyak yang salah memahami kekerasan seksual. Orang-orang menganggap kekerasan seksual sebagai kejadian yang besar-besar saja seperti perkosaan, eksploitasi seksual, dan sebagainya. Padahal yang kecil-kecil seperti suit-suit, lirik-lirik, dan catcalling serta tindakan yang bikin tidak nyaman seseorang secara seksual masih menjamur lingkungan kampus,” katanya.
Salah satu mahasiswa yang dihubungi selepas acara, Kartika mengatakan kasus kekerasan seksual di kampus masih sulit untuk ditangani. Hal itu disebabkan kurangnya sinergitas antara Satgas dengan para pemegang kebijakan di kampus.
“Walaupun sudah ada Satgas tapi yang terjadi dalam penanganan kasus sering langsung bersinggungan dengan pihak kepolisian,” katanya.
Pasal 6 ayat 3 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 menyebutkan selain membentuk Satgas, pihak kampus juga diwajibkan melakukan berbagai upaya seperti merumuskan kebijakan; menyusun pedoman; menyediakan layanan pelaporan kasus; melatih mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga; melakukan sosialisasi secara berkala; dan melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. []